Jumat pekan ini..tepat satu minggu pasca laparoskopi dilakukan. Itu artinya saya harus ke rumah sakit dan bertemu dokter untuk kontrol perdana. Semangat luar biasa. Diperkirakan hasil laborat PA juga sudah dapat diambil untuk dikonsultasikan dengan dokter yang berkompeten. Tapiii..traffic jam membuat kacau segalanya. Saya terjebak kemacetan di jalan hingga berjam-jam. Jarak menuju Rumah Sakit yang biasanya bisa ditempuh hanya dalam waktu kurang dari 1 jam berubah menjadi 5 jam. Saya frustasi luar biasa. Badan saya keringat dingin padahal AC mobil dinyalakan. Saya tahu saya merasakan itu karena cemas. Saya cemas karena jadwal dokter yang akan segera berakhir dan itu artinya jadwal kontrol saya batal. Saya sudah berusaha menghubungi Rumah Sakit untuk memberikan tenggang waktu dan menahan dokter menunggu saya. Tapi benak saya sebenarnya berkata sendiri ‘Emang Rumah Sakit bapak kamu?’ ...ah, memang sudah tidak mungkin. Toh kalaupun dokter menunggu saya, saya sendiri pun tidak tahu akan terperangkap di kemacetan ini sampai berapa lama dan akan tiba di Rumah Sakit pukul berapa. Saya cuma bisa pasrah.
Lima jam kemudian saya baru sampai di Rumah Sakit. Sesuai dugaan, praktek dokter sudah tutup *ya iyalah...telat jadwalnya aja hampir 2 jam!*. Saya cuma berpikir perban pembungkus luka bekas laparoskopi saya tampaknya sudah harus diganti. Ada rembes di bagian tertentu. Inisiatif untuk mengganti di UGD tampaknya solusi terbaik. Tapi lagi-lagi saya ‘beruntung’ luarrrr biasa. UGD sangat hiruk-pikuk, suasana tampak sibuk, dan tidak ada seorang pun di bagian triage. Saya pikir tak ada orang karena pas jam pergantian shift atau mungkin memang semua personil sedang harus mengatasi kegawatan di UGD. 15 menit menunggu saya dan suami mulai tak sabar. Suami pun berinisiatif membeli saja semacam perban plastik sebagaimana yang saya pakai di apotik dan nantinya perban saya yang rembes ini biarlah diganti bu bidan tetangga kami dan menutup episode Jumat malam itu dengan rasa yang nano-nano .
Setelah melewati kejadian Jumat itu, kali ini saya berusaha keras menanamkan sugesti positif untuk diri saya sendiri : “Jumat kali ini tampaknya sangat bersahabat...bagaimana tidak? Alloh mengajarkan saya untuk menambah stok sabar dengan diberikannya rasa sulit di tengah rasa sakit. Satu hari yang terasa menjengkelkan pasti akan digantikan dengan ribuan hari yang membahagiakan”.
Perban bekas laparoskopi saya sudah diganti oleh bidan tetangga pagi tadi. Lukanya sudah hampir mengering. Hanya di bagian yang dekat dengan bagian pusar masih terlihat ‘parah’ *sounds mengerikan-kah?hehehe...i mean luka di bagian ini memang yang paling lebar*. Selasa pekan depan saya akan mengganti jadwal kontrol yang terlewatkan. Rumah Sakit juga barusan menelpon kalau hasil PA saya sudah selesai dikerjakan. Berharap semuanya baik-baik saja dan sepertinya saya harus terus menambah stok sabar saya di level full grade. Tidak hanya sampai di Selasa depan tapi terus menerus sepanjang jatah kontrak saya di dunia belum berakhir. Alloh sedang mentraining saya agar kelak saat saya dipanggil ibu, anak-anak akan merasa nyaman dengan ketersediaan sabar yang dimiliki ibunya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar